Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 1978, Anglo American Cataloguing Rule atau yang disingkat AACR2 telah mengalami beberapa kali revisi. Konferensi internasional mengenai prinsip-prinsip dan pengembangan AACR2 di Toronto, Kanada tahun 1997 mengidentifikasi adanya permasalahan substansial yang tidak bisa diatasi hanya dengan melakukan berbagai revisi. Fakta tersebut mendorong Joint Steering Committee (JSC) melakukan penataan ulang secara fundamental untuk bisa merespon tantangan dan peluang dunia digital.  AACR2 terdiri bab-bab khusus yang mengatur standar pengatalogan untuk monograf, terbitan berseri, rekaman suara, gambar bergerak, dan lain sebagainya. Perbedaan jenis pustaka kini semakin bias seiring perkembangan teknologi informasi dan multimedia. Banyak terminologi AACR2 masih merefleksikan era katalog kartu, misalnya “heading”, “main entry”, dan “added entry”. Memodifikasi istilah sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini dianggap belum cukup untuk menjadikan AACR2 relevan dengan dunia digital.

 

Pada tahun 2005, Joint Steering Committee for the Revision of AACR meninjau kembali revisi bagian pertama dari AACR3. Setelah mempertimbangkan berbagai alternatif, JSC yang merupakan representasi dari American Library Association, Australian Committee on Cataloguing, British Library, Canadia Committee on Cataloguing, Chartered Institute of Library and Information Professionals, dan Library of Congress, menuangkan visinya melalui penyusunan standar pengatalogan baru yang berisi panduan dan instruksi untuk deskripsi dan akses materi digital maupun analog. Pemberian nama RDA – Resource Description and Access merefleksikan perubahan tersebut.

 

Dunia perpustakaan memasuki era baru seiring diperkenalkannya RDA menjadi standar baru pengatalogan menggantikan peran AACR2. Proyek kolaborasi ini memperkenalkan konsep entity-relationship model untuk mengakomodasi kebutuhan dunia analog dan digital. RDA dibangun di atas fondasi AACR2  dan menjadi standar baru pendeskripsian dan akses semua jenis konten dan media. RDA yang bertujuan membantu pengguna dalam mencari (find), mengidentifikasi (identify), memilih (select), dan mendapatkan (obtain) informasi yang diinginkan. Implementasi RDA bertujuan, pertama, sebagai kerangka kerja yang lebih fleksiblel untuk mendeskripsikan semua jenis materi analog dan digital. Kedua, menyajikan data yang mampu beradaptasi dengan kemunculan struktur database yang baru. Dan yang ketiga, menampilkan data yang kompatibel dengan cantuman bibliografi yang telah ada dalam katalog perpustakaan online.

 

Perpustakaan Komnas HAM yang berdiri sejak tahun 1997 dengan tugas pokok sebagai pusat informasi hak asasi manusia yang terbuka bagi publik sekaligus berfungsi sebagai unit kerja operasional yang menunjang fungsi-fungsi Komnas HAM di bidang penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia. Dengan koleksi yang berjumlah 11.295 judul dalam berbagai format yaitu buku, audio visual, dokumen lepas, jurnal, artikel jurnal, majalah, dan surat kabar, serta mempunyai jejaring dengan beberapa perpustakaan lembaga swadaya masyarakat bidang hukum dan HAM sejak tahun 2014 dalam jaringan Pustakaham.id, Perpustakaan Komnas HAM perlu merespon perubahan dalam bidang pengatalogan tersebut dengan melakukan peningkatan kompetensi Pustakawan Perpustakaan Komnas HAM, juga Pustakawan yang ada di dalam jaringan Pustakaham.id sebagai langkah penguatan jejaring yang ada.

 

Untuk peningkatan kompetensi tersebut, perlu dilaksanakan kegiatan "Semiloka Resource Description and Access (RDA) pada Perpustakaan Khusus di Bidang Hukum dan HAM". Tujuan semiloka ini untuk memperkenalkan RDA dan manfaatnya serta menghimpun masukan terkait implementasinya.  Selain itu sejalan dengan tujuan Komnas HAM dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia serta meningkatkan pendidikan dan penyuluhan HAM di Indonesia, khususnya menciptakan kondisi berjejaring dalam perpustakaan di bidang hukum dan HAM. Lebih khususnya, Pasal 89 ayat 2 pada UU no.39 tahun 1999 tentang HAM menyatakan fungsi penyuluhan yang dimandatkan pada Komnas HAM. Didalam fungsi ini, Komnas HAM diharapkan melakukan: (a) Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyakat Indonesia; (b) Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non-formal serta berbagai kalangan lainnya; dan (c) Kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia. Ketiga fokus kegiatan tersebut dapat diartikan sebagai upaya melakukan pendidikan HAM sebagaimana diwujudkan dalam bentuk lokakarya mengenai peran RDA pada perpustakaan yang berjejaring dalam lingkup hukum dan HAM.

 

Pada awalnya pembentukan jejaring pustakaham.id ini diprakarsai oleh beberapa lembaga, antara lain: Komnas Perempuan, ELSAM, LBH Jakarta, PSHK, Komnas HAM, KAPAL Perempuan, YSIK (IKA), PEKKA, dan PULIH. Dengan tujuan yang disepakati untuk  berkerja sama dalam mendukung pengembangan katalog perpustakaan online bersama, dan sistem yang digunakan adalah SLIMS. Secara singkat, setelah melalui kerjasama berjejaring yang cukup panjang, dan pada akhirnya diputuskan untuk menyepakati pilihan yang digunakan untuk domain jejaring adalah: pustakaham.id, sebagai katalog online bersama.


Informasi


Akses Katalog Publik Daring - Gunakan fasilitas pencarian untuk mempercepat penemuan data katalog