Menjadi aktor perdamaian bukan tanpa risiko. Terkadang risiko itu berarti nyawa. Risiko itu pula yang dihadapi aktor-aktor perdamaian di Maluku. Saat perdamaian sudah di depan mata, para aktivis Peringatan dan Tanggap Dini Konflik yang tergabung dalam Tim EWS Ambon menjadi sasaran amuk warga saat ritual perdamaian di Negeri Hualoy, Pulau Seram, berubah menjadi rusuh. Mereka disandera selama tiga hari, menjadi sasaran caci maki, dan berada di bawah ancaman pedang dan golok. Itulah sekelumit kisah dramatis yang dialami Tim EWS Ambon.

Buku ini tidak hanya mengisahkan tentang sisi human interest aktivis perdamaian yang bergabung dalam Tim EWS Ambon tetapi juga berisi tentang berbagai cerita keberhasilan mereka dalam melakukan pendampingan di wilayah-wilayah konflik yang tersebar di Pulau Ambon. Pendekatan kultural dengan memberdayakan institusi tradisional raja-raja dan latupati serta memperkuat jaringan komunitas, Tim EWS Ambon berhasil membangun sistem peringatan dan tanggap dini konflik. Kisah para aktivis dalam membangun sistem peringatan dan tanggap dini dan bagaimana mereka melakukan pendampingan di daerah konflik merupakan pembelajaran berharga bagi para aktivis dan semua pihak yang punya komitmen membangun perdamaian.

Dengan menggunakan pendekatan jurnalisme, buku Bertaruh Nyawa, Merajut Damai tidak hanya merupakan referensi yang wajib dibaca oleh mereka yang bergelut dalam ilmu-ilmu sosial, birokrat dan aparat yang bertugas di wilayah rawan konflik, maupun para aktivis perdamaian tetapi juga merupakan karya menarik dan perlu dibaca masyarakat umum.