Pembentukan pengadilan hak asasi manusia oleh suatu negara dan diintegrasikan secara langsung ke dalam sistem peradilannya merupakan sesuatu fenomena yang langka. Indonesia, setidaknya sampai saat kajian ini dilakukan merupakan satu-satunya negara yang mengambil kebijakan demikian. Berbagai pengadilan hak asasi manusia yang pernah digelar sebelumnya, seperti pengadilan Nuremberg, Tokyo, Bekas Yugoslavia, dan Rwanda, diprakarsai dan dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional, bukan oleh lembaga peradilan negara yang bersangkutan. Realitas yang demikian menimbulkan polemik di kalangan para ahli tentang urgensi dan keabsahan pembentukan pengadilan hak asasi manusia di Indonesia dari perspektif hukum. Apakah pembentukan pengadilan hak asasi manusia tersebut dilakukan semata-mata atas dasar kepentingan dan pertimbangan hukum, atau terdapat faktor-faktor lain yang bermain, seperti kepentingan politik dan tekanan dunia internasional.

Penelitian dalam buku ini menyajikan studi perbandingan hukum dengan meninjau pengadilan hak asasi manusia di Indonesia dari perspektif hukum Islam. Pemilihan hukum Islam sebagai perbandingan didasarkan kepada beberapa pertimbangan dan argumentasi. Pertama, hukum Islam merupakan salah satu bahan baku pembentukan dan pembinaan hukum nasional Indonesia, di samping hukum adat dan hukum barat. Kedua, kontroversi seputar pembentukan pengadilan hak asasi manusia dalam wacana publik masih menyisakan sikap sinis dan skeptis dari sementara pihak. Ketiga, berdasarkan peneliti awal, ditemukan bahwa hukum Islam memiliki aturan dan lembaga yang terkait dengan hak asasi manusia, seperti aturan perlindungan hak asasi manusia, yurisprudensi penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia, dan lembaga peradilan yang berperan menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia. Ulasan lebih menarik terkait persoalan ini akan kita dapatkan dalam buku ini.