Lewat catatan yang kemudian dibukukan dengan judul “Riau Berdarah” ini, Yoseph Tugio Taher, sang penulis, mengingat teman masa muda, teman sekolah, teman sependeritaan dalam tahanan, teman-teman yang diambil dari tahanan dan dibunuh Orde Baru tanpa diketahui dimana kuburnya, dan sanak saudara serta handai taulan yang terpaksa ia tinggalkan demi menyelamatkan hidupnya sendiri. Buku ini secara umum juga berkisah tentang rasa cintanya terhadap Indonesia yang tak lekang digerus perubahan zaman. Lewat buku ini kita bisa mengerti bagaimana perasaan dan pikiran dari orang-orang eksil yang jauh dari tempat lahir, jauh dari tempat dimana mereka dibesarkan, serta kegamangan mendapatkan perlindungan di hari tua.
Ditulis dengan gaya yang biografis, catatan ini memancing pembaca untuk memahami secara lebih menyeluruh resiko-resiko yang dialami oleh sebuah bangsa manakala sebuah rezim kekuasaan yang militeristik mengendalikan kehidupan di negeri ini.