Kisah-kisah di dalam buku ini dibuat oleh orang-orang yang dalam hitungan hari sudah berada di Aceh dan Nias. Mereka masuk sebagai barisan pertama yang lebih dulu siuman dari goncangan berat kenyataan, mengambil resiko tinggi, semata-mata didorong oleh naluri kemanusiaan. Maka, mereka menjadi saksi paling dekat tentang tragedi itu, selain para korban yang masih hidup. Dan karena sampai dua tahun mereka masih berada di sana, maka mereka juga sekaligus menjadi saksi tentang banyak hal yang terjadi pasca-tragedi.
Di dalam buku ini kita bisa melihat bagaimana sabotase, intrik, korupsi, berkelindan dengan banyak hal lain yang serba tidak mudah seperti trauma, sisa konflik berkepanjangan, dan salah urus pihak yang berwenang dalam mencoba menyelesaikan masalah bencana. Tetapi di buku ini kita juga bisa membaca tentang keyakinan-keyakinan kecil yang terus terkepal dan memancar dari mereka yang meyakini bahwa cinta, pelayanan, kemandirian, merupakan kata-kata kunci yang dipegang erat-erat.