Data pengaduan Komnas HAM menyatakan bahwa Pemerintah Daerah termasuk Pemerintah Kabupaten/Kota adalah pihak/institusi yang paling banyak diadukan masyarakat terkait dugaan pelanggaran HAM. Tren ini terus berlangsung hingga seupuh tahun terakhir. Padahal dasar filosofis dibentuknya kebijakan otonomi daerah adalah memudahkan/mengefesienkan layanan publik, sekaligus mendekatkan pusat pengambilan kebijakan dengan kebutuhan/aspirasi warga negara. Rupanya spirit otonomi daerah seperti ini belum membekas. Dalam perspektif hak asasi manusia, dan yang kerap kali didiskusikan di Komnas HAM, isu hak asasi manusia dapat menjadi benang merah yang menyambungkan tujuan dilakukannya perbaikan layanan publik dengan peningkatan penikmatan HAM warga negara.
Kertas posisi Komnas HAM ini merupakan salah satu upaya untuk mempersenjatai para pejabat publik/administratur publik untuk mencari benang merah itu. Kertas posisi ini diharapkan dapat memberikan informasi guna mendorong komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menginisiasi terwujudnya Kabupaten/Kota HAM. Tentu buku ini bukan satu-satunya alat untuk meyakinkan Pemerintah Kabupaten/Kota terlibat dalam mengembangkan Program Kabupaten/Kota HAM. Namun setidaknya, buku ini memberikan penjelasan apa itu Kabupaten/Kota HAM, mengapa harus menerapkan Kabupaten/Kota HAM dan apa relevansinya bagi penguatan hak asasi manusia di Indonesia khususnya di era paska otonomi daerah.