Hamdan Zoelva terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi ketika tingkat kepercayaan masyarakat pada MK sedang berada pada titik terendah. Ia menggantikan Akil Mochtar yang diberhentikan karena tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, selama sepuluh tahun berdiri, MK dikenal sebagai lembaga yang bersih dan berwibawa. Bahkan, pada masa keemasannya, MK disebut sebagai episentrum keadilan di Indonesia.
Di tengah hujatan dan kecurigaan akan keterlibatan hakim konstitusi lainnya, Hamdan Zoelva mengambil alih kendali Mahkamah Konstitusi. Ia membuka akses seluas-luasnya kepada KPK dan membentuk Majelis Kehormatan Hakim. Untuk menjaga martabat hakim, ia juga membentuk Dewan Etik sebagai mekanisme deteksi dini atas pelanggaran etik yang dilakukan hakim.
Di tengah keraguan masyarakat akan idependensi hakim konstitusi, Hamdan Zoelva membuktikan bahwa hakim lain tidak terlibat dalam skandal Akil Mochtar. Ketika MK menyidangkan sengketa Pemilu Presiden, ia tampil mewakili wajah Mahkamah Konstitusi. Bahkan, ia muncul sebagai idola baru yang disejajarkan dengan selebritas. Namanya ramai diperbincangkan di media sosial. Media cetak dan elektronik berebut mendapatkan wawancara khusus. Kepercayaan masyarakat pada MK pun perlahan pulih kembali.
Buku Pergulatan Konstitusi Hamdan Zoelva berisi penuturan Hamdan Zoelva ketika mengalami masa sulit di Mahkamah Konstitusi. Buku ini juga mengisahkan pergulatannya dengan konstitusi, sejak merancang perubahan UUD 1945, penyusunan Undang-undang Mahkamah Konstitusi, seleksi hakim konstitusi, hingga kemudian terpilih sebagai hakim konstitusi.